4 Pelaku Pembakar Gereja Didakwa

Gereja yang menjadi korban pembakaran (Foto: Reuters)

KUALA LUMPUR – Kepolisian Diraja Malaysia mendakwa empat orang warga Malaysia terlibat dalam aksi pembakaran gereja dan sebuah sekolah, saat polemik penggunaan kata ‘Allah’ merebak bulan lalu.

Tersangka yang berumur antara 18 hingga 29 tahun tersebut, merupakan bagian dari tujuh orang yang ditangkap atas melakukan pelemparan bom molotov di Taiping, Perak Utara, pada 10 Januari lalu.

“Polisi telah melakukan penyelidikan atas kasus itu dan keempat pelaku didakwa melalukan pembakaran secara sengaja. Mereka diancam hukuman penjara maksimum selama 20 tahun penjara jika diketahui bersalah,” ucap Kepala Polisi Diraja Malaysia wilayah Perak Zulkifli Abdullah, seperti dikutip AFP, Rabu (3/2/2010).

Sementara mengenai nasib ketiga tersangka lainnya yang masih dalam proses penyelidikan, Polisi Diraja Malaysia menyatakan, jika ketiganya akan dibawa ke pengadilan dengan status sebagai saksi.

Keempat orang yang didakwa tersebut merupakan kelompok tersangka kedua yang didakwa di muka pengadilan Malaysia, setelah tiga orang sebelumnya didakwa atas tuduhan serupa akibat sengaja menyulut api di sebuah gereja di Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur 8 Januari lalu.

Hingga kini Pemerintah Malaysia telah menangkap 19 orang yang dianggap memiliki peran besar atas aksi vandalisme terhadap gereja, masjid dan musala. Umumnya para pelaku menggunakan bom molotov, batu, cat serta potongan kepala babi.

Aksi vandalisme ini dipicu keputusan Pengadilan Tinggi Malaysia pada 31 Desember lalu, yang memberikan izin kepada warga non muslim Malaysia menggunakan kata ‘Allah’ sebagai pengganti kata ‘Tuhan’.

sumber : international.okezone.com

Malaysia Adili Tiga Tersangka Penyerang Gereja

Seorang polisi Malaysia memeriksa tempat kejadian perkara di sebuah gereja yang dirusak

KUALA LUMPUR — Sebuah pengadilan di Malaysia, Jumat (29/1/2010), mengadili tiga tersangka dengan tuduhan melakukan serangan bom terhadap sejumlah gereja di tengah panasnya isu penggunaan kata “Allah” oleh umat Nasrani.

Kantor berita Bernama melaporkan, ketiga orang itu, yang semuanya Muslim etnis Melayu dengan usia antara 22 dan 24 tahun, bekerja sebagai kurir motor. Ketiga orang ini mengaku bersalah di hadapan pengadilan di Kuala Lumpur atas usaha pengeboman dan pengacauan dengan cara melakukan pembakaran. Karena pelanggaran itu, mereka diancam hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda dalam bentuk uang.

Pihak kepolisian sejauh ini telah menangkap 19 orang sehubungan dengan pembakaran dan vandalisme terhadap 11 gereja, sebuah sekolah Katolik, sebuah kuil Sikh, sebuah masjid, dan dua ruang ibadah (mushala). Kepala babi, binatang yang haram secara hukum Islam, pada Kamis kemarin juga telah sengaja dibuang ke dua masjid di kawasan permukiman yang sembilan tahun lalu pernah mengalami bentrokan antaretnis di Kuala Lumpur.

Para pengamat mengatakan, serangan-serangan itu telah mulai menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah penanam modal asing, padahal Perdana Menteri Malaysia Najib Razak tengah berusaha menarik lebih banyak investasi asing.

Sengketa ini berawal dari putusan pengadilan pada 31 Desember 2009, yang mengizinkan sebuah surat kabar Katolik, Herald, menggunakan kata “Allah” untuk edisi berbahasa Melayu sebagai sebutan untuk Tuhan bagi umat Kristen. Penggunaan kata ini lazim bagi warga Nasrani Melayu, yang merupakan 9,1 persen dari total 28 juta penduduk Malaysia, dan kebanyakan berada di negara bagian Sabah dan Sarawak.

Isu ini telah menimbulkan ketegangan etnis dan politis-religius di negara itu. Pemerintah tengah naik banding terhadap putusan pengadilan tersebut, sementara pihak Kristen juga tetap beranggapan bahwa penggunaan kata tersebut bagi umat Nasrani sah-sah saja. (C17-09)

sumber : kompas.com

Herald, Kisah Tabloid Mingguan Katolik yang Kukuh Perjuangkan Kata Allah di Malaysia

Tabloid Herald Catholic Weekly membuat sejarah dalam dunia peradilan di Malaysia. Ketika penggunaan kata “Allah” dalam terbitan bahasa Melayu-nya dilarang, tabloid itu melawan. Mereka menggugat hingga ke Pengadilan Tinggi Kualalumpur. Hasilnya, gugatan mereka dikabulkan. Kasus tersebut lantas memicu vandalisme di sejumlah gereja di negeri jiran itu. Pastor Lawrence Andrew Jr meletakkan dokumen cukup tebal, sekitar 500 halaman, di meja ruang kerjanya saat Jawa Pos (induk Jambi Independent) berkunjung ke kantornya di Selangor, Senin (18/1).

Dokumen tersebut merinci secara detail kronologi lahirnya gugatan kepada pemerintah yang melarang penggunaan kata Allah di tabloid Herald yang dikelolanya. “Biar tak salah inform, saya buka dokumen ini,” ujarnya memulai pembicaraan.

Lawrence mengisahkan, Herald sebenarnya ada sebelum Malaysia merdeka. Saat itu masih menjadi satu dengan Singapura di bawah jajahan Inggris. Ketika dua negara tersebut akhirnya berpisah dan Singapura menjadi negara lebih maju, tabloid untuk umat Katolik itu langsung diimpor dari Singapura. “Dalam perkembangannya, umat Katolik di Singapura lebih maju daripada di Malaysia,” tuturnya.

“Karena itu, kami merasa perlu membuat edisi yang khas Malaysia,” lanjut Lawrence.

Setelah beberapa tahun ide tersebut dirancang, muncullah edisi pertama Herald berbahasa Melayu pada 1994. Sejak saat itu pula kata “Allah” sudah digunakan dalam terbitan tersebut. Karena masih baru, edisi Melayu itu hanya menjadi sisipan satu lembar dalam edisi bahasa Inggris.

Karena hanya menjadi sisipan, tak banyak pihak yang mengetahui penggunaan kata “Allah”. Apalagi sejak diterbitkan kali pertama itu, tabloid tersebut tidak dijual dan diedarkan secara umum. “Hanya untuk umat Katolik dan pengunjung gereja,” jelasnya.

Selain itu, isi sisipan hanya berupa laporan berbagai kegiatan umat Katolik yang sangat jarang menyebut kata “Allah”.

Setelah mengalami kemajuan, Herald edisi Melayu terbit menjadi 12 halaman pada 1998. Di situlah mulai ada kolom siraman rohani yang ditulis pastor atau rohaniwan lainnya. Selain itu, ada kutipan Alkitab yang ditempatkan di pojok kanan halaman depan. Karena kutipan tersebut diambil dari Injil yang dicetak dan diimpor dari Indonesia, muncullah kata “Allah” itu.

Mei 1998, setelah empat tahun terbit, peringatan dari pemerintah muncul. Kala itu pemerintah melarang penggunaan “Allah” ditulis dalam edisi Herald, sebab di sejumlah negara bagian di Semenanjung, kata “Allah” memang eksklusif hanya digunakan Muslim. Namun, beberapa tahun berlalu, masalah itu tidak menjadi besar seperti saat ini.

Masalah tersebut muncul lagi pada 2002. Karena saat itu Herald masih menggunakan kata “Allah” dalam edisinya, pengadilan kembali mengirim surat peringatan. Kali ini peringatan tersebut cukup keras, yakni pemerintah akan mencabut izin penerbitan tabloid itu.

Oleh pengelola Herald, kasus tersebut lantas diadukan kepada wakil rakyat mereka di parlemen. Melalui wakil di parlemen itulah akhirnya kasus penggunaan kata “Allah” tersebut sampai dibahas dalam rapat kabinet. “Kabinet bilang tidak masalah menggunakan kata ‘Allah’,” lanjutnya.

Beberapa tahun berlalu, masalah penggunaan kata “Allah” kembali mereda. Hingga pergantian pucuk pimpinan pemerintah pada 2006. Saat itu, surat teguran diikuti ancaman pencabutan izin kembali dikirim hampir setiap bulan. “Padahal pada zaman Mahathir (Mahathir Mohamad, PM sebelumnya, red) hal itu tidak terjadi,” keluh Lawrence.

Puncaknya terjadi pada 2007. Saat itu izin edar Herald akan habis. Ketika pengelola tabloid tersebut mengajukan izin perpanjangan, mereka merasa dipersulit. Karena itu, Herald lantas mengajukan gugatan. Butuh waktu setahun untuk menunggu hingga akhirnya gugatan tersebut disidangkan. “Barulah 31 Desember 2009 itu kami berhasil dan menang di pengadilan,” ungkapnya.

Menurut Lawrence, kata “Tuhan” dan “Allah” itu berbeda. Dia juga membantah tuduhan pemerintah bahwa kata “Allah” baru saja diperkenalkan di Semenanjung. Pria yang sehari-hari juga menjadi redaktur Herald itu lalu menunjukkan Injil terbitan 1895 yang dicetak di Hongkong.

Kitab Injil tersebut menggunakan bahasa dan dialek Melayu. Bukti Injil itulah yang juga diajukan dalam Pengadilan Tinggi Kualalumpur dan menjadi perhatian majelis hakim. “Dasar kami kuat, makanya kami menang,” ujarnya.

Lawrence menuturkan, putusan hakim yang memenangkan Herald menjadi sejarah besar di Malaysia, sebab banyak kasus yang lebih besar akhirnya kalah di pengadilan karena intervensi kerajaan.

Meski demikian, pemerintah tidak puas atas putusan Pengadilan Tinggi tersebut. Karena itu, banding pun diajukan. Kerajaan juga meminta Herald tak menggunakan kata “Allah” sebelum ada putusan pengadilan banding. “Kami ikuti aturan itu dan sampai saat ini, meski sudah ada putusan yang memenangkan kami, Herald sementara tak menggunakan kata ‘Allah’,” ungkapnya.(*)

sumber : jambi-independent.co.id

Komentar Pejabat Malaysia : Kata “Allah” Bisa Dipakai di Sejumlah Wilayah

VIVAnews – Seorang pejabat tinggi pada Kantor Perdana Menteri Malaysia turut membuat bingung publik terkait dengan kontroversi boleh tidaknya kata “Allah” untuk non-Muslim. Dia menyatakan bahwa kata Allah hanya boleh digunakan oleh umat non Muslim di tiga negara bagian dan di Teritori Federal.

Ketiga negara bagian itu adalah Penang, Sabah, dan Sarawak yang memiliki banyak umat Kristen, sedangkan Teritori Federal melingkupi Kuala Lumpur dan sekitarnya.

Pernyataan itu dilontarkan oleh Nazri Aziz, Menteri pada Departemen Perdana Menteri Malaysia, seperti yang dikutip laman The Malaysian Insider, Senin 18 Januari 2010.

Aziz menanggapi keputusan Pengadilan Tinggi di Kuala Lumpur akhir Desember lalu, yang mengizinkan pengelola surat kabar Katolik, Herald, untuk menggunakan kata Allah dalam penerbitan mereka setelah dilarang oleh pemerintah sejak 2007.

Namun pemerintah lalu mengajukan banding atas putusan itu dan meminta pengadilan agar pemberlakuan putusan itu dibekukan sementara menunggu vonis atas banding.

Namun, Nazri menilai bahwa pemberlakuan putusan dari pengadilan hanya bisa diterapkan di wilayah-wilayah tertentu, terutama bagi umat Kristen di kawasan timur Malaysia.

“Menurut opini saya, putusan pengadilan hanya efektif berlaku di Sabah, Sarawak, dan Penang, bukan di wilayah lain yang ada hukum yang mengatur tentang hal itu,” kata Aziz, yang sehari-hari bertugas menangani urusan hukum dan parlemen.

Aziz merujuk kepada suatu gereja di Sarawak dimana kata “Allah” biasa digunakan selama ibadah. Menurut dia, umat Muslim di sana tidak mempermasalahkan bila umat Kristen menggunakan kata Allah karena sudah menjadi “tradisi dan budaya.”

“Menurut saya, pihak berwenang tidak perlu memberlakukan larangan di Sabah dan Sarawak karena di sana [penggunaan kata Allah] sudah menjadi budaya,” kata Aziz. Tak jelas apakah komentar ini mewakili sikap pemerintah atau sekadar pernyataan pribadi Aziz.

Hingga kini pengadilan belum memutuskan apakah memenangkan banding dari pemerintah atau tetap pada putusan 31 Desember lalu. Namun, dalam beberapa hari terakhir warga di Malaysia juga dilanda kecemasan atas munculnya konflik bernuansa agama dan etnis terkait dengan serangan dan pembakaran atas 10 gereja, sebuah mesjid, satu kuil Sikh, dan sebuah biara.

sumber : http://dunia.vivanews.com/news/read/122322-kata__allah__bisa_dipakai_di_sejumlah_wilayah

Menteri Hukum Malaysia : Terlambat untuk Dialog Soal Kata “Allah”

KUALA LUMPUR–Kontras dengan opini publik, Menteri Hukum dan Parlemen Malaysia, Datuk Seri Nazri Aziz, berpikir pengadilan hanyalah cara untuk meghentikan debat seputar penggunaan kata “Allah”.

Ketika koleganya di kabinet, termasuk Perdana Menteri, mendorong para pemuka agama untuk duduk bersama di meja demi menyelesaikan kontroversi tersebut, Nazri mengatakan terlambat untuk sebuah dialog.

“Sudah terlambat. Saya sudah ungkapkan itu berkali-kali,” ujar Nazri ketika ditanya opininya terkait cara terbaik mengatasi perdebatan tersebut. Kontroversi seputar kata ‘Allah’ telah meningkatkan ketegangan antara komunitas Muslim dan non-Muslim di Malaysia.

“Itu kesalahaan dalam perundingan, yang akhirnya membawa masalah tersebut ke pengadilan,” ucapnya seperti yang dilansir The Malaysian Insider, Senin (18/1/2010)

“Itu bukan salah pemerintah. Harus diketahui, bukan pemerintah, melainkan Tan Sri Pakiam yang membawa masalah itu ke pengadilan,” tekan Nazri.

Kepala Gereja Kuala Lumpur, Pastor Tan Sri Murphy Pakiam, mewakili Gereja Katholik Roma, membawa pertikaian penggunaan kata ‘Allah’ dengan pemerintah federal ke pengadilan. Itu terjadi setelah Menteri Dalam Negeri melarang koran terbitan komunitas Katholik, the Herarld, menggunakan kata ‘Allah’ dalam terbitan mereka tiga tahun lalu.

Pengadilan Tinggi Malaysia, pada 31 Desember lalu, akhirnya memutuskan bahwa the Herarld memiliki hak konstitusional untuk menggunakan kata ‘Allah’ di terbitan Katholik tersebut.

“Saya tak punya pilihan sebagai Menteri Hukum. Karena langkah Tan Sri Pakiam, saya menjadi orang yang harus menganjurkan pemerintah untuk menggunakan putusan pengadilan lah,” ujar Nazri yang juga menjadi anggota parlemen di Padang Renggas.

Ia berkata, jika tidak mengambil sikap tersebut, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum di negara. “Jika saya diam, rakyat akan berkata ‘Apa ini Menteri Hukum tak patuhi putusan pengadilan?'” ujar Nazri.

“Kita harus menghormati sistem. Jadi saya gunakan pengadilan pula untuk menggugat keputusan pengadilan,” ujarnya.

Nazri tidak menjawab ketika ditanya apakah telah membaca putusan hakim pengadilan tinggi, Datuk Lau Bee Lan yang memimpin sidang kontroversi tersebut. Alih-alih ia berkata bahwa sang hakim adalah non-Muslim namun memimpin kasus yang menjadi keprihatinan akidah komunitas Muslim.

“Anda harus mempelajari psikologi di Malaysia. Keturunan Cina bisa menjadi seorang pemeluk Kristen, Hindu, Buda, tidak masalah. Namun Melayu, ras ini sendiri didefinisikan dalam undang-undang,” tekannya.

“Siapakah seorang Melayu? Dalam undang-undang, seorang Melayu adalah satu; seorang Muslim, dua; berbicara Melayu dan tiga; mempraktekan budaya Melayu,” papar Nazri.

“Dalam konstitusi, tidak bisa warga Malaysia keturunan Melayu bila bukan Muslim. Semua yang tidak, semua yang mencurigakan akan membingungkan warga asli Malaysia keturunan Melayu. Mereka begitu protektif karena Malaysia dan Islam tidak dapat dipisahkan,” ujar Nazri menekankan.

Ketika ditanya seberapa besar kekhawatiran warga Melayu Malaysia terhadap upaya Kristiani untuk menarik Muslim menjadi non Muslim terkait bila keputusan pengadilan tetap dijalankan, Nazri menjawab enteng, “Saya sangat berpikiran liberal dan sangat percaya diri, tapi jika saya mencoba menjelaskan itu kepada mereka…tidak mungkin,” ujar Nazri mengacu pada konstituennya.

“Bagi kami, itu hanya kata. Tapi untuk rakyat Malaysia, bukan. Itu psikologi mereka,” ujarnya.

“Saya mungkin terlihat liberal, tapi konstituen saya tidak,” imbuhnya.

“Sesungguhnya pendapat saya cenderung membiarkan saja,” lanjut Nazri.

“Jika setiap orang berdoa kepada Allah, maka bagi saya mereka semua adalah ‘Muslim. Itu permainan bagus bagi Muslim bila beralih ke non-Muslim,” selorohnya.

sumber : http://www.republika.co.id/berita/101455/terlambat_untuk_dialog_soal_kata_allah

Minoritas Malaysia Khawatirkan Islamisasi

KUALA LUMPUR – Polemik penggunaan kata ‘Allah’ bagi warga nonmuslim Malaysia yang juga diikuti dengan beragam aksi vandalisme kepada gereja-gereja di Malaysia, menandakan pengaruh Islam garis keras tumbuh di Negeri Jiran tersebut.

Beberapa dari pihak nonmuslim Malaysia juga mengkhawatirkan ada upaya islamisasi yang diterapkan oleh kelompok Islam garis keras di Malaysia.

Aksi perusakan terhadap 10 gereja sejak Jumat 8 Januari lalu itu menimbulkan rasa kekhawatiran warga nonmuslim Malaysia yang selama ini dianggap sebagai kelompok minoritas. Tentunya kondisi ini dapat mengancam keharmonisan antaretnis setempat yang telah berlangsung selama 40 tahun. Demikian diberitakan Associated Press, Jumat (15/1/2010).

Ketegangan makin bertambah saat kantor pengacara pihak gereja Malaysia yang meminta perizinan penggunaan kata ‘Allah’, dibobol maling pada Kamis 14 Januari kemarin. sebuah laptop milik kantor tersebut dikabarkan hilang dalam pencurian tersebut.

Pada hari yang sama sebuah gereja di wilayah Johor, kembali menjadi korban perusakan. Tembok gereja tersebut diketahui dipenuhi dengan coretan-coretan berbau melecehkan dengan menggunakan cat merah.

Anggota Parlemen Malaysia Charles Santiago menyatakan, jika aksi vandalisme yang terjadi mengancam kerukunan warga Malaysia yang dikenal beragam. Serangan terhadap gereja bagi Santiago, dianggap telah mencoreng citra Malaysia sebagai negara Islam sekuler di dunia.

Serangan terhadap beberapa gereja yang kebanyakan dilempari bom molotov, dipicu oleh keputusan Pengadilan Tinggi Malaysia pada 31 Desember silam, yang mengizinkan warga nonmuslim Malaysia menggunakan kata ‘Allah’ sebagai pengganti kata ‘Tuhan’. Keluarnya izin tersebut memungkinkan pihak gereja Malaysia untuk menggunakan kata ‘Allah’pada surat kabar terbitan mereka.

Atas polemik yang terus berkembang di masyarakat Malaysia saat ini, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengecam keras tindakan serangan atas gereja dan bersumpah untuk terus melindungi kalangan minoritas di Malaysia. (faj)(rhs)

sumber : http://international.okezone.com/read/2010/01/15/18/294512/minoritas-malaysia-khawatirkan-islamisasi

Kantor pengacara Gereja Katolik di Malaysia dibobol

Gereja Katolik Malaysia mengatakan, kantor tim pengacaranya telah dibobol dan digeledah dalam serangan paling akhir terkait sengketa penggunaan kata “Allah” untuk Tuhan.

Polisi sedang mengusut insiden itu.

Dalam seminggu terakhir, sembilan gereja telah dibakar dengan bom api atau dirusak.

Kerusuhan itu dipicu oleh keputusan Pengadilan Tinggi pada bulan Desember untuk mencabut larangan pemerintah atas golongan non-Muslim untuk menggunakan kata “Allah” untuk Tuhan.

Putusan itu kemudian dibekukan sementara pemerintah mengajukan banding.

Komisi kebebasan beragama pemerintah Amerika Serikat telah menyatakan keprihatinan atas kekerasan tersebut dan mengatakan, respon para pemimpin Malaysia akan sangat penting dalam membentuk masa depan negara itu.

sumber : http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/news/stories/201001/s2793126.htm

Kantor Pengacara Gereja Malaysia Diobrak-abrik

INILAH.COM, Kuala Lumpur – Para pengacau memuncratkan cat merah ke sebuah gereja dan mencuri serta mengobrak-abrik kantor pengacara hukum orang-orang Kristen untuk memerangi mereka karena menggunakan kata Allah.

“Kejadian ini menambahkan ketegangan antara mayoritas Muslim dan Kristen di sana,” ujar salah seorang Pejabat Kepolisian Malaysia, Kamis (14/1).

Menurut Kepala Polisi Distrik, Mohamed Osman Sebot, Gereja St Elizabeth yang terletak di bagian Selatan negara bagian Johor telah dipercikkan cat merah oleh kelompok perusuh. Sebanyak 10 gereja diserang dan dihancurkan sejak Jumat malam.

Seorang pengacara Herald mengatakan adanya pendobrakan dan penghancuran terhadap kantornya yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu.

Pengacara S. Selvarajah mengatakan saat tiba di kantor Kamis (14/1) pagi, dirinya menemukan beberapa kunci dan pintu baja untuk masuk ke lantai 2 dan lantai 3 kantor dipotong, laci dibongkar dan kertas-kertas berserakan di lantai. Dia mengatakan sepasang laptop hilang. Tapi sebuah toko handphone dan ruang kuliah di lantai 1 tidak dirusak. “Hanya kantor kami yang menjadi terget mereka,” katanya. “Kelihatannya itu seperti intimidasi. Kami memperkirakan sesuatu telah terjadi. Kita harus memperkarakan hal ini,” katanya kepada The Associated Press.

Insiden ini terjadi akibat ketegangan yang terjadi pada serangan gedung gereja Jumat malam. Delapan gereja dibom oleh penyerang tak dikenal, menyebabkan salah satu bagian gedung runtuh. Dua gereja lain dipercikkan cat, dan tempat ibadah lainnya, sebuah kuil Sikh dilempari dengan batu. Rupanya karena Sikh juga menggunakan kata Allah dalam tulisan sucinya.

Serangan ini terjadi pasca keluarnya keputusan Pengadilan Tinggi pada 31 Desember 2009 yang memungkinkan penggunaan kata Allah pada penerbitan Katolik Herald. Ini membuat marah banyak umat Islam di Malaysia. [cms]

sumber : http://inilah.com/news/politik/2010/01/14/282002/kantor-pengacara-gereja-malaysia-diobrak-abrik/

Pembakaran Gereja di Malaysia : Ujian bagi umat Kristiani untuk memperkokoh iman

Peristiwa pembakaran gereja-gereja yang terjadi di Malaysia adalah ujian dan cobaan bagi umat Kristen khususnya di Malaysia untuk memperkokoh iman Kristiani.

Peristiwa pembakaran gereja ini hendaknya jangan ditanggapi secara kontraduktif, sebab peristiwa anti gereja bukanlah hal baru bagi umat Kristen.

Semoga umat Kristen di Malaysia tabah,  sabar , rendah hati, dan tidak dendam. Marilah kita mendoakan para pelaku agar mereka sadar bahwa perbuatannya adalah dosa. Kita sebaiknya mengampuni mereka dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.
dan semoga pemerintah Malaysia cepat tanggap mengatasi hal ini agar peristiwa serupa tidak terulang lagi di kemudian hari.

Berbahagialah orang yang menderita penganiayaan karena melakukan kehendak Allah; mereka adalah anggota umat Allah! (Matius 5:10)

Umat Kristen Malaysia Berteguh Gunakan Kata “Allah”

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com – Para pemimpin umat Kristen di Malaysia, Selasa, menolak untuk berhenti menggunakan kata “Allah” bagi Tuhan meski ada serangan terhadap gereja-gereja yang menimbulkan kecemasan tentang penghapusan hak-hak minoritas di negara mayoritas Islam itu.

Daniel Raut, seorang pemimpin senior Gereja Evagelis Borneo (Borneo Evangelical Church), kelompok Kristen terbesar yang berbahasa Melayu di negara itu, mengatakan pihaknya tidak akan menghapus penggunakan kata Allah meskipun mereka takut akan keselamatan dirinya. “Sejak nenek moyang kami menjadi Kristen tahun 1920-an, kami telah menggunakan Allah, bahkan dalam bahasa ibu kami,” kata Raut yang berasal dari suku Lumbawang di negara bagian Sarawak timur.  “Kami agak takut tetapi kami berdoa untuk memohon perlindungan dan yakin Tuhan akan campur tangan dalam masalah ini,” katanya.

Sembilan gereja telah diserang di sejumlah tempat di Malaysia sejak Jumat pekan lalu. Para penyerang menggunakan bom molotov. Serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya itu telah menimbulkan ketegangan antara umat Kristen dan umat Muslim, serta mengoyak-oyak gambaran tentang Muslim Malaysia yang moderat.

Serangan tersebut dipicu oleh putusan Pengadilan Tinggi Malaysia pada 31 Desember yang membatalkan larangan pemerintah terhadap penggunaan kata “Allah” oleh harian Herald, Koran Gereja Katolik, dalam edisi bahaya Melayu.

Pemerintah telah mengutuk serangan itu sebagai pekerjaan kaum ekstrimis tetapi juga mengajukan banding atas putusan tersebut. Jamil Khir Baharom, menteri kabinet untuk urusan Islam, menyerukan kepada pemimpin Kristen untuk tidak menggunakan kata Allah demi membantu menghentikan ketengangan.

Sekitar 9 persen dari 28 juta penduduk Malaysia merupakan orang Kristen, kebanyakan dari mereka merupakan anggota suku-suku asli di daerah terpencil di Sabah dan Sarawak di Pulau Kalimantan (Borneo). Umat Muslim mencapai 60 persen dari populasi dan kebanyak beretnis Melayu.

Raut berada di gedung pengadilan Selasa. Ia sedang mendukung jemaat gereja Jill Ireland yang mengadukan pemerintah pada tahun 2008 setelah sebuah otoritas bandara menahan delapan compact discs (CD) Kristen dengan kata ‘Allah’ tercetak di atasnya. Persidangan dijadwalkan 15 Maret. Gereja Borneo juga mengadukan pemerintah tahun 2007 setelah petugas bea cukai menahan enam kartun berisi literatur Kristen dan ada kata ‘Allah’ di dalamnya.

Geraja Borneo dibentuk di negara bagian Sarawak tahun 1928, hampir 30 tahun sebelum kemerdekaan Malaysia, tetapi telah menyebar dan memiliki sekitar 250 ribu anggota. Gereja ini menggunakan kata Allah dalam ibadah dan literaturnya.

Alfred Tais, yang mengepalai seksi bahasa Melayu dari National
Evangelical Christian Fellowship Malaysia, mengatakan, ada sekitar 300 gereja di semenanjung Malaysia dan ratusan lain di Borneo yang beribadah dalam bahasa Melayu dan menggunakan kata ‘Allah’. “Kami tidak melakukan protes apapun. Tanggapan kami adalah berdoa bagi perdamaian. Kami telah memobilisasi semua anggota kami untuk berdoa, semoga Tuhan memberi pemimpin kami kebijaksanaan untuk menemukan solusi atas masalah ini,” katanya.

Larangan penggunaan kata ‘Allah’ tidak biasa di dunia Muslim. Kata dari bahasa Arab itu umum digunakan oleh orang-orang Kristen untuk menggambarkan Tuhan di negara-negara seperti Mesir, Suriah, dan Indonesia, negara-negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.

sumber : http://internasional.kompas.com/read/2010/01/12/14383748/Umat.Kristen.Malaysia.Berteguh.Gunakan.Kata..quot.Allah.quot.