Lima RT di Samarinda Tolak Pendirian Gereja

SAMARINDA, Lima Ketua RT, yakni RT 71, 70, 37, 38 dan 15 di Kelurahan Sungai Pinang Dalam dan Kelurahan Temindung, Kota Samarinda  menolak aktivitas gereja di Ruko Graha Rock Jl DI Pandjaitan Samarinda. Lokasi ruko dijadikan tempat ibadah berdekatan Masjid Babul Hafadzah dan mushola.

“Lima ketua RT ini menolak jika Ruko Graha Rock dijadikan tempat aktivitas ibadah umat nonmuslim. Lokasinya sangat berdekatan dengan rumah ibadah umat Islam. Sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama mengatur jarak dan harus mendapat persetujuan warga setempat,” kata Ketua DPW Front Pembela Islam (FPI) Samarinda Rasyid Ridla.

Penolakan warga itu telah disampaikan ke Walikota Samarinda ditembuskan ke Gubernur Kaltim, DPRD Samarinda, Kapolresta Samarinda, MUI Samarinda, Kandepag Samarinda, Camat Sungai Pinang, Lurah Temindung, Lurah Sungai Pinang Dalam, FPI Samarinda dan developer Graha Rock.

“Keberatan warga sangat mendasar karena pemanfaatan izin rumah ibadah belum ada. Selain itu tak ada pemberitahuan kepada tokoh masyarakat dan warga setempat. Karena itu fungsi ruko menjadi rumah ibadah ditolak warga. FPI Samarinda akan mengaw-al dan segera menyurat ke Pemkot agar menyikapi secara tegas persoalan ini,” kata Rasyid.

sumber : tribunkaltim.co.id

Pembangunan Gereja di Lolu Selatan Dihentikan Sementara

PEMERINTAH Kelurahan Lolu Selatan, Rabu kemarin (27/1) melayangkan surat kepada panitia pembangunan gereja Pantekosta di Indonesia Jemaat Mahanain. Dalam surat tersebut, panitia pembangunan gereja Pantekosta di Indonesia Jemaat Mahanain, diminta menghentikan pembangunan gereja yang berlokasi di Jalan Bali Lorong III tersebut. Pembangunan gereja dapat dilanjutkan, jika ada kebijakan dari Walikota Palu H Rusdy Mastura.

“Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, tadi (kemarin, red) kami telah menyurati panitia pembangunan gereja agar menghentikan sementara pembangunan gereja,” tandas Lurah Lolu Selatan, Homas DJ Lamatu SSos kemarin.

Menurut Homas, pihaknya juga telah melayangkan surat kepada Pemerintah Kota Palu, yang berisi permintaan kepada Walikota Palu agar memberikan solusi untuk menyikapi persoalan tersebut.

“Kita tunggu balasan dari pemerintah kota dulu, baru bisa diketahui solusi apa yang diambil untuk menyikapi persoalan itu,” katanya.

Homas mengaku, aksi protes warga terhadap pembangunan gereja Pantekosta di Indonesia Jemaat Mahanain, telah berlangsung lama, yakni sejak 2005 silam. Saat itu kata Homas, Lurah Lolu Selatan masih dijabat oleh Kasrun Tori BBA.

“Kasus ini sudah lama waktu masih pak Kasrun Tori jadi lurah di Lolu Selatan sekitar tahun 2005,” ungkapnya.

Homas, mengimbau kepada warga Kelurahan Lolu Selatan agar tenang dan tidak terpancing provokasi. Homas juga mengimbau kepada panitia pembangunan gereja Pantekosta di Indonesia Jemaat Mahanain, agar mengikuti permintaannya untuk menghentikan sementara pembangunan gereja, sambil menunggu kebijakan selanjutnya dari Walikota Palu.

“Saya mengimbau warga agar tenang dan tidak terpancing untuk berbuat hal-hal yang tidak diinginkan,” pungkasnya. (dit)

sumber : radarsulteng.com

Panitia Pembangunan Gereja Terima Ancaman

PALU – Panitia pembangunan Gereja Mahanaim yang berada di Jalan Bali Kelurahan Lolu Selatan, menerima ancaman Kamis kemarin (21/1). Ancaman itu, disampaikan oleh orang yang mengaku tidak setuju dengan pembangunan gereja di lokasi tersebut.

Debi, salah seorang panitia pembangunan yang menerima ancaman itu, mengatakan bahwa kemarin, sekitar pukul 16.00, dia yang saat itu sedang mengawasi pekerjaan pembangunan didatangi tiga orang yang tidak dikenalnya. Ketiga orang itu, satu di antaranya adalah wanita.

“Awalnya salah seorang dari yang datang itu, bicara dengan Daeng (sapaan tukang yang mengerjakan pembangunan gereja, red). Orang itu bilang, kenapa lagi ini (gereja, red) dibangun,” kata Debi yang ditemui di lokasi pembangunan gereja malam tadi pukul 22.00.

Menurut Debi, setelah bertanya kenapa pembangunan gereja dilanjutkan, orang yang mengaku tinggal di sekitar lingkungan gereja itu, mengancam bahwa gereja yang telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemerintah Kota (Pemkot) Palu itu, akan dibongkar total.

“Saya sampaikan ke orang itu, kita berani membangun karena ada IMB. Tetapi orang itu bilang, bahwa IMB kita izinnya palsu. Orang itu, juga mengaku tinggal di sekitar sini,” tambah Debi sembari menyebutkan nama orang yang diakui sebagai rumah yang ditempati orang yang datang mengancam tersebut.

Orang yang datang itu, juga mengatakan kepada Debi, bahwa masalah pembangunan gereja itu, akan dibahas khusus hari ini. Khawatir, bakal terjadi sesuatu, Debi yang mengaku tidak membuat laporan polisi terkait dengan ancaman yang diterimanya, hanya meminta perlindungan dari polisi.

“Saya khawatir saja, bakal terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, makanya saya minta perlindungan ke polisi,”katanya lagi.

Menurut Debi, baru pertama kali menerima ancaman, terkait dengan pembangunan gereja yang mereka usahakan tersebut. Namun kata Debi, bahwa Daeng, sering bercerita dan mengaku kerap kali mendapatkan ancaman. Bahkan, mengutip pengakuan Daeng, Debi mengatakan bahwa bangunan gereja yang akan dibangun permanen dua lantai itu, pernah difoto pada bagian depannya.

“Untuk lebih jelasnya nanti tanya Daeng saja, karena dia langsung yang terima ancaman. Daeng, biasanya cerita ke ketua panitia pembangunan,” elak Debi, saat ditanya berapa kali Daeng menerima ancaman selama bekerja di pembangunan gereja tersebut.

Terkait dengan pembangunan gereja, Debi dengan tegas menolak, jika dikatakan bahwa izin yang mereka kantongi, adalah IMB palsu. Debi, menantang jika ada pihak yang meragukan IMB pembangunan gereja Mahanaim, disilakan melakukan crosscheck ke pihak-pihak terkait, yakni lurah dan Tata Kota Pemkot Palu. “Makanya kita berani lakukan pembangunan karena ada izinnya,” tegasnya.

Awalnya, beredar isu ada ancaman pembakaran salah satu rumah ibadah di Jalan Bali. Ketika hal itu dikonfirmasikan ke Debi, perempuan yang mengaku menetap di Jalan Garuda itu, membantahnya. Katanya, dia tidak pernah menerima ancaman bahwa gerejanya akan dibakar. “Yang benar itu, gereja ini katanya akan dibongkar total,” akunya.

Debi, mengaku tidak mengenal dan belum pernah bertemu dengan tiga orang yang datang mengancam itu. Kata Debi, ketiga orang itu juga tidak mengaku utusan organisasi tertentu atau perwakilan warga. Di sisi lain, Debi mengungkapkan bahwa sejak awal pembangunan Gereja Mahanaim sudah mengundang polemik. Namun Debi, enggan merinci terlalu jauh soal polemik yang dimaksudkannya.

Ketika ditanya sejak kapan Gereja Mahanaim dibangun, Debi mengaku lupa. Namun dari informasi yang disampaikan beberapa warga di lokasi kejadian, bahwa pembangunan gereja sudah mulai dilakukan sejak 2005. Warga yang enggan namanya dikorankan itu, juga membenarkan kalau sejak awal pembangunan gereja banyak mendapat protes.

Isu ancaman terhadap gereja di Jalan Bali, mengundang perhatian warga di sekitar lokasi kejadian. Secara bergantian, warga mencoba untuk melihat dari dekat gereja Mahanaim yang diancam akan dibongkar tersebut. “Selama ini, jemaat ibadah di Marannu sambil menunggu pembangunan gereja ini selesai,” pungkas Debi.(hnf/fiz)

sumber : radarsulteng.com